air mata langit yang menetes perlahan
menghindar dari mulut bunga
dengan setia dijatuhinya sebongkah batu
hingga tertulis prasasti
sejak kapan dimulai gelisah
lantaran apa bunga mengidap rasa dahaga
sedang cuaca tak pernah dusta?
Bunga meludah dan terus meludah
sampai langit sempurna merahnya
bulan terlentang kematian warna
tak kuat lagi memikul dahaga
ia menolak tetek cucunya
(D.Zawawi Imron)
Senin, 17 Agustus 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Perhatian : Untuk kebaikan bersama Dilarang menyisipkan Link Hidup.
jika cuma teks url blog/web atau isi di daftar tamu itu tidak menjadi masalah, kalaupun masih ada tentunya Pihak Admin akan Menghapusnya.